Rabu, 28 September 2011

Erkata Bedil – Cipt. Djaga Depari

erkata bedil i kota medan turang la megogo
ngataken kami maju ngelawan ari oh turang
tading ijenda si turang besan turang la megogo
rajin kujuma si muat nakan ari o turang
o turang la megogo ( kai aku nindu turang )
uga sibahan arihta
arih arihta tetap ersada ari o turang
adina lawes kena ku medan perang turang la megogo
petetap ukur ola melantar ari o turang
adina ue nina pagi pengindo turang la megogo
sampang nge pagi simalem ukur ari o turang
oh turang la megogo (kai nindu ari turang)
uga sibaha arih-arihta
arih-arihta tetap ersada ari o turang
adina surung tading kena lebe turang la megogo
pasarna licin bentengna wajan ari o turang
adina surung atendu ngena turang la megogo
tantangi cincin man tanda mata ari o turang
[o turang la megogo kai aku nindu turang
uga sibahan arih ta arih-arihta tetap ersada ari o turang] 2x
tantangi cincin man tanda mata ari o turang
oh turang la megogo

BPK ......BABI PANGGANG KARO.....

Takut gendut? But at the same time ngidem makan daging babi? Sekali2 makan pork itu sehat, terutama makan fats nya yg biasanya org Tionghoa sebut “sam cam bak”.
Sering denger orang2 selalu bilang “babi gendut, makan kebanyakan daging ‘sam cam’ bisa2 cholesterol naik” TUNGGU dulu! Ada orang jg blg makan daging “sam cam” itu kulit bisa bertambah mulus. Ermmm percaya atau tidak, pendapat tiap org kan berbeda. Jangan mikir kebanyakan deh. Yg penting ENAK di makan aja, kesehatan urusan belakangan deh!
Ini lah tempat yang kita kunjungi pada hari Minggu kemaren. Dengan satu piring nasi putih, sambal hijau, daun ubi tumbuk, dan babi panggang nya.. ermmm bisa di bayangin ga? Rasanya udah sangat LEzZZAAaaaTTTT kan? Apalagi kalau di makan… dua kata – Mouth Watering. Bagi yg berani mencoba makan babi panggang nya dengan darah babi, (bukan 100% darah babi, yg pasti masak dengan herbal) silakan di coba. Rasanya lebih MANTEP!

TASAK TELU

Tasak Telu secara harafiah berarti "masak tiga" atau "tiga masakan". Masakan pertama adalah ayam rebus. Setelah direbus dengan bumbu, air rebusannya disisihkan dan disajikan sebagai kuah atau sup. Ayam rebusnya – termasuk jeroannya – dipotong-potong untuk disajikan. Bila dikehendaki, ayam rebus ini dapat dimasak lagi sebentar dengan darah ayam. Dalam bahasa setempat, darah disebut "gota" yang sebenarnya berarti getah.

Bagian tulang-tulangnya dimasak lagi dengan sebagian kuah dan dicampur dengan ciperah – bulir jagung tua yang ditumbuk halus. Dengan tambahan bumbu-bumbu, campuran ini menjadi kuah kental yang gurih. Kuah kental ini – sebagai elemen kedua dari sajian ayam tasak telu – nanti diguyurkan pada ayam rebus ketika menyantapnya.

Elemen ketiganya adalah cincang sayur. Berbagai sayur rebus – kacang panjang, batang pisang, jantung pisang, daun pepaya, daun singkong, tauge – diurap dengan parutan kelapa berbumbu.

CIMPA (KUE KARO)

Cimpa begitu Masyarakat Karo menyebutnya, kue ini sepintas atau bisa dikatakan hampir mirip dengan kue Unti yang bisa kita dapat di Pulau jawa ini bahkan jakarta. Kue ini terbuat dari beras ketan merah sebagai bahan utamanya, sebagai isinya mengunakan gula yang di campur dengan  kelapa parut, dan sebagai baju luarnya pada umumnya mengunakan daun pisang atau semacam daun palem tapi saya kurang tau jenisnya yang mana.
Seiring dengan cita rasa manusia yang semakin berkembang, maka cita rasa dari Cimpa ini pun makin beragam, banyak yang menambahkan isinya dengan cita rasa buah lain seperti durian, jadi campuran isi dari kue Cimpa ini selain gula batak dan kelapa parut yang di sangrai ditambahkan dengan rasa buah lainnya, dan dapat menciptakan rasa dan aroma baru dari Cimpa tersebut.
Kue Khas Suku Karo ini biasa di sajikan bila ada pesta-pesta, baik itu pesta pertemuan kelaurga (Perpulungen), sampai pesta adat yang besar seperti perkawinan atau kerja tahun(Merdang merdem). sehingga Cimpa ini bisa disebut juga kue yang bisa kita dapat dan nikmati kala ada pesta, perpulungan, atau acara besar lainya, maka bisa dikatakan Cimpa merupakan salah satu simbol dari kekhasan makan Karo.

PAGIT (TERITES)

Pagit-pagit merupakan makanan khas suku Karo, yg sepengetahuan penulis tidak dimiliki oleh suku bangsa lain di belahan bumi ini. Pagit-pagit ini sendiri diambil dari makanan sapi yg sedang melakukan proses pembusukan (fermentasi) pada lambung ( sekum) yang memiliki banyak bakteri dan protozoa. Oleh karenanya menurut penelitian para ahli bahwa proses fermentasi bakteri selulotik pada lambung sapi merupakan bentuk simbiosis mutualisme yang dapat menghasilkan vitamin B serta asam amino yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia dalam pembentukan protein. Di samping itu, bakteri ini dapat ,menghasilkan gas metan (CH4), sehingga dapat dipakai dalam pembuatan biogas sebagai sumber energi altematif.

Proses pembusukan tersebut hanya terjadi pada sistem pncernaan makan pada hewan mamah biak seperti sapi,lembu dan sebagainya. Makanya sangatlah mengherankan jika pada saat ini kita ada melihat rumah makan yang menyediakan pagit-pagit selain pagit-pagit lembu, seperti anjing (biang), Kelinci dan sebagainya.

Walau demikian saat ini pagit-pagit lebih identik dengan kotoran. Sehingga banyak orang mengatakan kalau orang Karo itu bangsa pemakan kotoran hewan. Apakah ini ada kaitannya dengan usaha-usaha kelompok tertentu yang ingin mendeskreditkan Karo, yang dimulai sejak zaman Belanda? Tidak diketahui pasti kapan rumor itu mulai beredar di masyarakat. Namun Kecendrungannya kita lebih memilih pada pemikiran bahwa orang Karo adalah orang yang cerdas. Sebab kalau ditelisik lebih jauh ternyata pagit pagit memiliki banyak faedah bagi tubuh manusia.

Kapan Terites atau Pagit-pagit dikenal di masyarakat Karo? Tidak dikethui pasti. Apakah sejak zaman kedatangan bangsa asing? Misalnya kedatangan Belanda atau lebih jauh mungkin jaman Keemasan bangsa Karo dengan Kerajaan Harunya sekitar abad ke 13. Karena kita tahu bahwa kerajaan Haru tumbuh dan berkembang dengan kerajaan Majapahit, Aceh, malaka, Johor, samudra Pasai dan sriwijaya.

Hal ini dapat diketahui dari bukti sejarah bahwa Haru pernah berperang dengan kerajan ini. Pada masa keemasaanya kerajaan Haru memiliki wilayah dari Aceh Besar hingga ke Sungai Siak Riau Eksistensi Haru-Karo di Aceh dapat dipastikan dengan beberapa nama kampung di Aceh yang berasal dari bahasa Karo Misalnya Kuta Raja(Sekarang Banda Aceh),Kuta Binjei di Aceh Timur Kuta Karang, Kuta Alam, KutaLubok, Kuta Laksmana Mahmud, Kuta Cane, Blang Kejeren, dan lainnya.(D.Prinst,
SH:2004) atau dari buku lainnya Aceh Sepanjang Abad (Mohammad Said : 1981) atau Tarikh Aceh dan Nusantara (Zainuddin :1961) ataukah Terites dikenal sejak Karo dalam masa Pra sejarah.

Saya sendiri lebih memiliki kecendrungan sejak jaman prasejarah, ya Sejak Karo itu sendiri ada. Kalaulah benar pagit-pagit itu diadopsi dari luar, maka besar kemungkinan bahwa makanan itu juga ada di belahan bumi lainnya.

Jadi sudah sewajarnya kita bagga sebagai orang Karo. Sebab sebelum para ahli berkata bahwa pagit-pagit memiliki banyak faedah bagi tubuh, Karo Zaman Prasejarah sudah mengkonsumsinya. Saatnya berkata bahwa Karo adalah bangsa yang besar dan cerdas yang dapat disejajarkan dengan bangsa-bangsa lainnya dibelahan bumi ini. Sedikit penelitian mungkin perlu dilakukan untuk mengetahui bahwa kapan Teritis ( pagit-pagit) itu dikenal dalam masyarakat Karo. Sehingga nantinya dapat dipatenkan sebagai makanan khas milik orang Karo, agar tidak di klaim oleh suku lainnya dan bernasib sama seperti Reog yang diklaim Malaysia.

CIPERA (MASAK AYAM ALA BATAK KARO)

Mejuah-juah! Begitulah sapaan yang kita terima bila singgah ke Kedai Karo ini. Kenapa bukan "horas"? Karo memang merupakan subkultur Batak yang berdiri sendiri, khas, dan unik. Tidak heran bila secara kuliner pun masakan Karo beda dari masakan Toba, Simalungun, maupun Mandailing. Tentu saja, seperti juga masakan Nusantara lainnya, selalu ada persamaan atau kemiripan.

Ola Kisat - berarti: jangan malas - mem-posisi-kan diri secara tegas sebagai Kedai Karo. Karena itu, janganlah menganggapnya sama dengan Lapo Batak yang mungkin sudah Anda kenal selama ini. Bahkan, maaf, untuk babi panggangnya yang khas, orang Karo punya ikon sendiri yang disebut bepeka (BPK = babi panggang Karo). Coba sendiri kekhasan masakan Karo di Ola Kisat yang baru saja buka, untuk melengkapi pengalaman kuliner Anda.

Karena orang Karo beragama Islam dan Kristen, tentu saja banyak masakan non-babi dalam perbendaharaan kuliner mereka. Ketika singgah ke Kabanjahe dua tahun yang silam, saya beruntung sempat mencicipi kidu (larva sagu) yang dimasak arsi (gulai kuning) khas Karo. Kidu berbeda dengan kidu-kidu. Yang terakhir ini juga sajian khas Karo, tetapi termasuk non-halal karena dibuat dari usus babi dan diisi daging babi cincang - seperti sosis.

Di Tanah Karo, ada masakan ayam yang sangat populer dengan nama cipera. Potongan ayam kampung - termasuk leher, sayap, kaki, hati-ampla - dimasak dengan tepung jagung sampai empuk dan berkuah kental. Tepung jagungnya harus dari bulir tua jagung Medan, agar menghasilkan kuah yang kental. Tepung jagung inilah yang sebenarnya disebut cipera. Kuah kental ini bercitarasa pedas karena memakai tuba (andaliman = Shanghai peppercorn), dan sedikit asam karena memakai asam tikala (dari buah honje/kecombrang). Selain ayam, juga dicampurkan jamur merang ke dalam kuah. Ayamnya dimasak hingga sangat lunak dan menyerap bumbu.

Ketika mencicipi cipera, mau tidak mau ingatan saya terbang ke masakan Colombia yang disebut sancocho. Masakan ini juga memakai semua bagian ayam, berkuah kental dengan citarasa asam pedas yang menonjol. Bedanya, sancocho dari Colombia dikentalkan dengan labu kuning (waluh), dengan bumbu perasan jeruk nipis, paprika hijau, dan daun ketumbar yang digiling halus. Sancocho juga ada di Republik Dominika, tetapi proteinnya dari buntut dan iga sapi.

Di Ola Kisat, paket cipera dengan nasi putih dan sayur daun ubi dihargai Rp 25 ribu. Sayur daun ubi (singkong) dapat diganti dengan sop (non-halal) atau daun ubi cincang. Bagi saya, daun ubi cincang Ola Kisat sangat mengesankan. Berbeda dengan masakan serupa di Toba, di Tanah Karo masakan daun ubi cincang-nya tidak berkuah. Bila dipadukan dengan sambal cabe rawit hijau dan andaliman yang pedasnya menggigit, jadilah tumis daun ubi cincang ini sajian istimewa.

Dalam tradisi aslinya, paket hidangan seperti di atas disebut tasak telu alias tiga sajian. Potongan ayam biasanya dikeluarkan dari kuah kental, lalu dimasak lagi dengan gota (getah, darah ayam - optional). Kuah kental sebagai sajian kedua, boleh disiramkan di atas ayam. Sajian ketiganya adalah sayur cincang - tidak hanya daun ubi, melainkan juga kacang panjang, batang pisang, jantung pisang, daun pepaya, dan tauge.

Ola Kisat juga menyajikan masakan ikan mas arsik khas Tapanuli, teri medan (ditumis balado), dan bepeka yang harus diacungi jempol. Minumnya tentu saja harus jus martabe, yaitu jus markisa dengan terong belanda yang asam segar. Sangat kontras untuk meredam pedasnya andaliman yang membuat lidah kelu. Seh kel tabehna. Lezat 'kali!